Minggu, 02 November 2008

Didin Si Tukang Ojek Payung


Sore itu hujan turun deras sekali, Siti berteduh di bawah pohon mangga depan sekolah menunggu hujan reda. Tiba-tiba Siti dihampiri seorang anak laki-laki berbaju lusuh, kulitnya hitam, badannya kurus dan berambut keriting. Anak laki-laki itu memakai sandal jepit yang berbeda warnanya di kaki kiri merah dan kanan biru, lalu sambil menyodorkan payung anak itu berkata “ dik, mau menyewa payung saya? Murah kok cuma dua ribu rupiah saja!” ujarnya, bibirnya bergetar dan badannya yang kurus itu tampak menggigil kedinginan.

Siti menoleh “nng… boleh, tapi cuma sampai abang becak disana ya?” ujar Siti iba, kemudian mereka berdua berjalan di bawah derasnya air hujan. Tapi, anak laki-laki itu tidak ikut memakai payung, dia berjalan di sebelah Siti. “kamu kok gak ikut pake payung? Lihat badan kamu sampai menggigil kehujanan, nanti kamu sakit! Nama kamu siapa?” Tanya Siti. “Didin, ah, aku sudah biasa kok kehujanan” jawabnya sambil tersenyum menahan dingin. “kamu gak sekolah?” Tanya Siti lagi. Didin menggelengkan kepalanya ragu, wajahnya berubah murung. “rumah kamu di mana?” Siti makin penasaran. “rumahku dekat kok, di gang Sawit sebrang sekolah ini” Didin menjawab sambil meloncat menghindari genangan air hujan.

Di belokan, Siti naik becak menuju rumahnya di jalan Emung nomor 35. Siti pun menceritakan tentang anak tukang ojek payung pada Rasyid kakaknya “jadi… kamu nyewa payung sama anak itu ?”ujar Rasyid “ya, memang kakak kenal?” ujar Siti sambil menghirup segelas susu coklat panas. “iya lah, Didin yang rumahnya di gang Sawit itu dulunya sekelas sama kakak. Tapi karena ayahnya meninggal maka dia tidak bisa meneruskan sekolahnya, maklum ibunya sakit-sakitan dan hanya bekerja sebagai buruh cuci.

Sayang sekali, padahal dia itu termasuk anak yang pintar” Siti termenung mendengar cerita kakaknya. Duh, gak kebayang ya anak sekecil itu harus mencari uang untuk sesuap nasi dan melupakan cita-citanya. Siti dalam hati bersyukur karena dia masih punya ayah dan ibu. “Siti… tolong buat makan malam! kalau minumnya, nanti kakak yang bikinin ya?” Rasyid beranjak dari kursi menuju kamarnya. Yup, Siti melompat dari sofa kecil sambil berseru “ya, kak! Aku buatkan omlet keju kakak suka kan?” Tanya Siti “ok!” teriak Rasyid dari dalam kamar. Siti tertawa pelan, lalu mulai memasak. “kak, omeletnya udah masak..” ujar Siti. Kemudian mereka berdua makan “hm…Sit, omletnya enak !” ujar Rasyid lalu berdiri dan membuatkan jus stroberi kesukaan Siti, tiba-tiba Siti terdiam “kira-kira Didin lagi makan apaan ya?” ujarnya. .Kakaknya terdiam “mungkin lagi makan nasi pakai kecap atau kerupuk” ujar Rasyid. Siti terkejut “hanya itu? Masak gak ada telur atau tahu setidaknya?”ujarnya sampai tersedak “nih minum dulu! Boro-boro beli telur, beli beras juga mungkin Didin kewalahan” ujar Rasyid. “Nanti kalau ayah pulang, kita ceritain aja masalah Didin, siapa tahu ayah bisa bantu”

Esoknya sepulang sekolah Siti sengaja menuju rumah Didin, untuk memberitahukan kabar gembira. Siti pergi ke gang Sawit, dan mengetuk pintu nomber 12. Didin membuka pintu, Siti menyapanya “Hai,apa kabar! saya Siti, masih ingat?” Didin mengangguk heran. “kamu kok tahu rumah saya?” “iya, aku adiknya Rasyid teman sekolah kamu dulu” Didin tersenyum “O ya, aku kenal Rasyid, eh ngomong-ngomong ada apa nih?” Tanya Didin penasaran. “Rasyid cerita katanya kamu masih ingin sekolah untuk mencapai cita-cita kamu”.

Didin tertunduk sedih “ya, tapi…rasanya gak mungkin. Sejak ayah meninggal ….” Didin tak sanggup melanjutkan kata-katanya. “jangan sedih, ada kabar baik, kantor ayah saya memberikan beasiswa di sekolah terbuka!” “Tapi..kalau aku sekolah siapa yang mencari uang, ibu sakit jadi tidak bisa lagi jadi buruh cuci..” ujarnya sedih. “kamu jangan takut, di sekolah terbuka ini kamu masih bisa ngojek payung kok, soalnya sekolahnya sore hari” ujar Siti “tapi, bayarnya?” Tanya Didin “ tenang, setelah kak Rasyid cerita tentang kamu dan cita-cita kamu, kantor ayahku akan memberikan beasiswa selama kamu sekolah sanpai tamat!” Didin tampak sangat senang dan terharu, “te…terima…kasih!” bibirnya tersenyum dan…di kedua matanya yang basah oleh air mata, tampak secercah cahaya yang akan menuntunnya untuk meraih cita-cita. Selamat berjuang Didin!...

Tidak ada komentar: